
Berita Madura — Sri Cicik Handayani, akrab disapa Cicik, lahir dan besar di Madura. Mulai mengenal tari sejak umur 7 tahun melalui tari Topeng Madura.
Cicik telah menempuh gelar sarjana dan sedang menempuh pendidikan pascasarjana di program studi Penciptaan Seni Institut Seni Indonesia Surakarta.
Tumbuh dekat dengan tubuh tari dalam budaya Madura, karyanya sebagai penari, koreografer, maupun sutradara dekat dengan pertunjukan tradisional Madura, menununtun kreatifitas Cicik pada kombinasi seni tradisional dengan praktik tari maupun rupa kontemporer.
Pada tanggal 4 Juni 2025, akan dilakukan presentasi karya baru Cicik dengan tajuk “Tandhak dalam Rokat Pangantan” di kediamannya di Sumenep, Madura yang akan menjadi eksplorasi akan tradisi dan kelindan perempuan tandha’ dalam prosesi hajatan/pernikahan.
Karya ini bukan hasil eksplorasi dimensi tradisi tandha’ yang pertama kalinya, berbagai sisi tradisi ini telah menginspirasi Cicik untuk melahirkan 3 karya sejak tahun 2021, termasuk TANDE’, Nandhâng, dan Atandâng.
Keriuhan interaksi antara penayub dan perempuan tandha’ rupanya, belakangan, dilihat Cicik telah mengalami perubahan menjadi hiburan semata bagi masyarakat Sumenep.
Fenomena ini tampak dari pergeseran makna tradisi sawer yang awalnya merupakan bagian sakral, sekarang menjadi ajang bersenang-senang hingga terkadang memperbesar kemungkinan dilakukan kekerasan fisik pada perempuan Tandha’.
Keresahan Cicik dituangkan dalam karya TANDE’, yang komposisi koreografinya dititikberatkan pada spirit perempuan tandha’. Karya ini dipentaskan dengan kombinasi musik elektrik dan musik tradisional, vokal tembang tradisional, juga proyeksi video yang langsung menabrak tubuh penari.
Kesatuan elemen artistik menjadi media bagi Cicik untuk menciptakan dan mengajak penonton merasakan suasana nyaman sekaligus ketidaknyamanan seorang tandha’ ketika prosesi sawer yang dilakukan penayub.
Karya yang sempat dipentaskan di ISI Surakarta (2021) dan Taman Budaya Jawa Timur (2022) menjadi wahana Cicik menyuarakan tradisi Madura, pergeserannya, sekaligus respon keresahan Cicik dalam menyaksikannya.
Perspektif dan ketertarikan Cicik berlanjut dan meluas dalam eksplorasi aspek menari/nandhang yang dilakukan perempuan tandha’ dalam tradisi Tayub Madura. Dituangkan dalam karya Nandhâng, karya ini pernah dibawakan pada Sawung Dance Festival, di Gedung Cak Durasim, Surabaya tahun 2023.
Dalam Nandhâng, Cicik melihat peran perempuan tandha’ dalam Tayub yang begitu kompleks; mereka menjadi pusat perhatian dengan daya tarik erotisnya, di saat bersamaan berkuasa akan tatanan organik komunal yang mengitarinya.
Tidak berhenti pada perempuan tandha’ sebagai fokus utama, Cicik melanjutkan pendalamannya dari sudut pandang laki-laki penayub sebagai sentra.
Dalam karya Atandâng, dilakukan pendalaman terhadap gestur penayub saat melakukan nandang atau menari bersama perempuan tandha’, mengelaborasi kehadiran keduanya sebagai aktor yang saling melekat dalam tradisi Tayub Madura.
“Yang menarik dari karya ini adalah kehadiran tubuh Madura, tapi tidak dari tubuh tari, dan menghadirkan tubuh tari yang bukan Madura, dan hasil eksplorasi kami bersama itu menghadirkan hal organik yang menurut saya terjadi pada arena kesenian Tayub di Madura,” ungkap Cicik.
Rangkaian karya Cicik dari eksplorasi perempuan tandha’ telah membentuk dan memperluas khazanahnya tentang identitasnya sendiri, tubuh tari, dan tradisi seni dan budaya Madura.
Melalui seluruh eksplorasi konsep, sudut pandang, hingga bentuk artistik yang telah dilakukan, Cicik telah berhasil menunjukkan kedalaman dimensi kesenian, budaya, dan tradisi yang melekat pada dirinya tanpa terikat pada perspektif maupun asumsi tertentu–melahirkan ekspresi unik yang tradisional sekaligus kontemporer, wujud yang mustahil direplikasi siapapun. (*)